Suku Talang Mamak tersebar
di empat kecamatan yaitu Batang Gansal, Cenaku, Kelayang dan Rengat
Barat, Kabupaten Indragiri Hulu dan di Dusun Semarantihan, Desa Suo-Suo,
Kecamatan Sumai, Kabupaten Tebo, Jambi. Salah satu versi asal usul suku Talang Mamak yang sangat terkenal diceritakan dalam cerita rakyat tentang Putri Pinang Masak.
Konon, di Indragiri hidup tujuh pasang putra-putri yang dilahirkan
secara kembar. Ketujuh putra tersebut menjadi pemuda yang gagah berani,
sedangkan ketujuh putri tumbuh menjadi gadis cantik jelita. Dari ketujuh
putri tersebut, salah seorang di antaranya yang termolek, Putri Pisang
Masak namanya. Berikut kisahnya menurut ceritarakyatnusantara.com.
Alkisah,
pada zaman dahulu, tersebutlah sebuah kisah di Negeri Simbul, Siberida,
Indragiri, Riau. Di negeri itu hidup tujuh pasang putra-putri yang
dilahirkan secara kembar siam. Marudum Sakti lahir kembar dengan Putri
Pinang Masak (sulung), Buyung Selamat dengan Putri Mayang Mengurai,
Sampurago dengan Subang Bagelan, Tonggak de Tonang dengan Putri Pandan
Bajelo, Sapu Jagat dengan Putri Loyang Bunga Emas, Roger dan Putri
Setanggi, dan yang bungsu Tuntun dengan Putri Bungsu.
Ketujuh
putra tersebut tumbuh menjadi pemuda yang gagah berani, sedangkan
ketujuh kembarannya tumbuh menjadi gadis yang cantik jelita. Dari
ketujuh putra tersebut, Roger adalah yang paling gagah dan pemberani.
Sementara, dari ketujuh putri, Putri Pinang Masak adalah yang termolek.
Pada
suatu hari, seluruh warga heboh, karena tiba-tiba Putri Pinang Masak
hilang. Ketujuh saudara laki-lakinya sibuk mencarinya ke sana kemari,
namun tak juga mereka temukan. Roger yang gagah dan pemberani kemudian
pergi menyusuri berbagai tempat hingga bertemu dengan Datuk Motah. Dari
Datuk itulah ia memperoleh kabar bahwa kakaknya, Putri Pinang Masak,
dibawa lari dan dikawinkan dengan Raja Dewa Sikaraba Daik oleh Paduka
Raja Telni Telanai dari Jambi.
Setelah
mendengar kabar keberadaan kakaknya, Roger segera melaporkan kabar itu
kepada saudara-saudaranya. Mereka kemudian berkumpul untuk mengadakan
musyawarah. “Wahai, Adikku Roger! Kita semua sudah tahu, bahwa di antara
kita bersaudara engkaulah yang paling gagah dan pemberani. Maka
sepantasnyalah engkau yang harus menjemput Putri Pisang Masak ke Jambi,”
kata Marudum Sakti kepada adiknya. “Benar, Abang! Kami setuju dengan
pendapat Abang Marudum Sakti,” tambah Tuntun, adik Bungsunya. “Ya, kami
juga sepakat,” sahut saudara-saudaranya yang lain serentak. Akhirnya,
diputuskan Roger diutus ke Jambi untuk membawa pulang Putri Pinang Masak
dengan damai.
Keesokan
harinya, Roger berangkat ke Jambi seorang diri. Negeri Jambi dijaga
ketat, karena terjadi pertentangan antara Raja Telni Telanai dengan
Belanda. Setelah melakukan perundingan dengan para pengawal istana,
Roger pun diizinkan untuk menemui Raja Telni Telanai.
“Hai, Orang Muda! Kamu siapa dan dari mana asalmu?” tanya Raja Telni.
“Ampun, Baginda! Hamba Roger. Hamba berasal dari Indragiri,” jawab
Roger, tanpa memberitahukan sang Raja kalau dirinya adalah adik kandung
Putri Pinang Masak.
“Apa gerangan yang membawamu kemari, Roger?” Raja Telni kembali bertanya.
“Ampun,
Baginda! Jika Baginda berkenan, izinkahlah hamba ikut membantu mengusir
Belanda dari negeri ini,” Roger memohon kepada Raja Telni.
Raja Telni menyambutnya dengan gembira, seraya berkata, “Baiklah, Roger! Kamu boleh tinggal di istana ini.”
Sejak
itulah, Roger tinggal di istana Kerajaan Jambi. Putri Pinang Masak
telah mengetahui keberadaan adiknya itu, namun ia tidak pernah bercerita
kepada siapa pun tentang hubungan mereka.
Untuk
menguji keperkasaan Roger, berkali-kali Raja Telni mengutusnya untuk
menumpas para perampok yang berkeliaran di perairan Jambi. Oleh karena
kesaktiannya, Roger selalu berhasil, sehingga ia diangkat menjadi
dubalang negeri. Tak lama kemudian, Roger pun diperkenankan untuk ikut
berperang melawan Belanda.
Pada
malam sebelum berangkat ke medan perang, diam-diam Putri Pinang Masak
menemui adiknya dan memberinya selendang cindai sebagai pusaka. Berbekal
cindai dan kesaktiannya, Roger pun berhasil memukul mundur pasukan
Belanda. Segenap raja Jambi menyambutnya sebagai pahlawan. Oleh karena
jasa-jasanya terhadap kerajaan, Raja Telni Telanai menganugerahkan gelar
“Datuk” dan mengukuhkan Roger sebagai “Dubalang Utama”. Maka lengkaplah
gelar Roger sebagai ”Datuk Dubalang Utama Roger”.
Waktu
terus berjalan. Raja Telni Telanai mulai sakit-sakitan. Akhirnya, ia
pun menyerahkan tampuk kekuasaannya kepada putranya, Raja Dewa Sikaraba
Daik. Namun sejak pemerintahan dipegang oleh Raja Dewa Sikaraba Daik,
kerajaan menjadi lemah. Banyak pengkhianat muncul di lingkungan istana.
Kesempantan itu kemudian dimanfaatkan oleh Belanda untuk menekan raja
muda itu.
Setelah
terus dibujuk dan didesak oleh para hulubalang yang menjadi mata-mata
Belanda, akhirnya Raja Dewa Sikaraba Daik yang lemah itu mau
menandatangani perjanjian perdamaian dengan Belanda. Datuk Roger pun
ditangkap. Dengan tangan diikat, Datuk Roger dibawa ke kapal untuk
ditenggelamkan di tengah-tengah samudera.
Namun,
sewaktu akan menaiki kapal, tiba-tiba terjadi peristiwa gaib. Dengan
izin Allah, Roger tiba-tiba menghilang tanpa meninggalkan jejak sedikit
pun. Lama Roger tidak muncul, sehingga orang-orang Belanda menganggapnya
telah mati.
Sepeninggal
Datuk Roger, Belanda kemudian menyerang Kerajaan Jambi. Banyak pasukan
Raja Dewa Sikaraba Daik yang gugur. Mereka pun semakin terdesak oleh
Belanda. Pada saat yang kritis itu, tiba-tiba Datuk Roger muncul.
Kemudian ia memohon izin kepada Raja Sikaraba Daik untuk melawan
Belanda. Dengan keperkasaannya, Roger dan pasukannya berhasil memukul
mundur pasukan Belanda. Para pengkhianat kerajaan kemudian ditangkap dan
dihukum mati. Kerajaan Jambi kembali aman dan damai. Raja Dewa Sikaraba
Daik pun memimpin rakyat Jambi dengan arif dan bijaksana.
Melihat
kondisi sudah kembali aman, Datuk Roger pun bermaksud kembali ke
Indragiri. Ia pun segera menghadap Raja Dewa Sikaraba Daik, “Ampun,
Baginda! Kini saatnya hamba harus pulang. Jika Baginda memerlukan Hamba,
panggillah hamba di Desa Siambul, di Hulu Batang Gangsal, Siberida,
Indragiri,” kata Datuk Roger.
Mengetahui
adiknya akan kembali ke Indragiri, Putri Pinang Masak segera bersimpuh
di hadapan suaminya, Raja Dewa Sikaraba Daik, ”Maafkan Dinda, Kanda!
Sebenarnya Dinda adalah kakak kandung Datuk Roger. Izinkanlah Dinda
pulang ke Indragiri bersamanya. Dinda akan segera kembali ke istana ini
untuk melahirkan putra kita.” Raja Dewa Sikaraba Daik terkejut mendengar
perkataan Putri Pinang Masak. “Benarkah itu, Datuk Roger?” tanya sang
Raja penasaran. “Benar, Baginda Raja!” jawab Roger singkat.
Akhirnya,
Raja Dewa Sikaraba Daik mengetahui hubungan persaudaran mereka yang
selama ini dirahasiakan. Namun, mengingat Datuk Roger telah berjasa
kepada kerajaan Jambi, sang Raja pun memakluminya. Dengan berat hati,
Raja Dewa Sikaraba Daik mengizinkan Putri Pinang Masak pulang ke
Indragiri bersama adiknya.
Keesokan
harinya, sebelum kakak beradik itu berangkat, Raja Dewa Sikaraba Daik
menyerahkan Plakat Kerajaan yang berisi maklumat bahwa hutan di daerah
Jambi diserahkan kepada anak cucunya melalui keturunan dari Putri Pinang
Masak.
Setelah
menempuh perjalanan jauh, sampailah Roger dan Putri Pinang Masak di
Indragiri. Mereka disambut oleh masyarakat Siambul dengan suka-cita dan
haru. Untuk meluapkan perasaan gembira tersebut, masyarakat desa
mengadakan upacara gawai atau selamatan. Dalam suasana gembira tersebut,
Datuk Marudum Sakti berkata, “Keluarga kita sudah utuh kembali.
Peristiwa ini hendaknya kita jadikan pelajaran berharga agar selalu
membela dan melindungi saudara-saudara kita.”
Sesuai
dengan Plakat Kerajaan yang diberikan oleh Raja Dewa Sikaraba Daik,
selanjutnya anak keturunan Putri Pinang Masak berkembang menjadi Suku
Kubu dan Talang Mamak yang menguasai hutan Jambi. Hingga kini, kedua
suku tersebut masih dapat ditemukan di daerah-daerah pedalaman di
Indragiri Hulu dan Jambi.
Dikutip dari : http://www.riaudailyphoto.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar